SEJARAH DESA CEPAGAN
Luas
wilayah desa Cepagan berkisar 128ha. Ada pun diantaranya terbagi dalam jumlah
lahan berkisar 60 ha, perkampungan 65ha, makam berjumlah 8 tempat serta sungai 3 ha diantaranya Kali Kupang
yakni perbatasan antara Cepagan dan Pekalonagn / membelah Pekalongan, konon
ceritanya ada Baru Klining (ular) yang
membawa air jika ular tersebut berbelok maka aliran air tersebut juga akan ikut
berbelok mengikuti arah mengalirnya ular tersebut. Desa Cepagan memiliki 5
dukuh yakni: Dukuh Baron, Dukuh Cepagan lor, Dukuh Karangjati, Dukuh Botokan
dan Dukuh Saren. Bentuk pemerintahannya setelah tahun 1945 baru ada Kepala Desa.
Namun, pada tahun 1948 yang menjadi
kepada desa pertama adalah Pak Samian, kemudian dilanjutkan kepala desa kedua
adalah Pak Denar,dan kepala desa ketiga adalah Pak Marcelan pada tahun 1970.
Selanjutnya pada tahun 1971 – 1989 dilanjutkan oleh Pak Kasdui sebagai kepala
desa keempat, pada tahun 1989 – 1997
kepala desa kelima adalah Pak Tarjono dengan periode waktu 8 tahun. Pada tahun
1997 – 1998 kepala desa keenam digantikan oleh Pak Karjono selama 1 tahun
periode kepengurusan, pada tahun 1999 kepala desa digantikan oleh Pak Abdul K
selama periode 9 tahun. Pada tahun 2008 Pak Kamid sebagai kepala desa dengan
periode waktu 2 tahun. Pergantian jabatan selama 1 tahun dalam sistem
pemerintahan kepala desa dilanjutkan pada
tahun 2010 dipilih Pak Riza sebagai kepala desa Cepagan hingga saat ini
(2013).
Bentuk
rumah yang ada di desa Cepagan berbentuk limas yang menggunakan bahan baku
kayu. Di desa Cepagan, terdapat dua sekolah dasar yakni Sekolah Dasar Negeri 1 Cepagan dan Sekolah Dasar Negeri 2 Cepagan. SD Negeri
1 Cepagan memiliki sebuah bangunan peninggalan Belanda yang disebut dulunya
adalah Sekolah Rakyat yang terdiri dari kelas 4,5 dan 6 dengan siswa dari 5
desa diantaranya: durjo, pesaren, dll. Namun kini, Sekolah Rakyat tersebut
sudah direnovasi oleh penduduk desa Cepagan dikarenakan bangunan tersebut sudah
lama namun masih layak pakai hingga kini. Oleh sebab itu, desa Cepagan
dinamakan guru induk. Kelas 1 dan 2 pada zaman dahulu diadakan di kantor desa
dengan sistem jika kelas 1 masuk lebih
awal sistem pengajaran untuk kelas 2 setelah selesainya proses belajar – mengajar
di lanjutkan kelas 2. Selain itu, jumlah guru dulunya sangat minim hanya
tersedia 8 orang guru yang mengajar termasuk Kepala Sekolah dan Tata Usaha.
Namun, alat yang digunakan untuk menulis atau sarana pengajaran adalah sabak
yang biasanya habis ditulis akan langsung dicuci. Jika diantara siswa yang
sekolah di Sekolah Rakyat ada yang tidak berangkat untuk mengikuti proses
belajar – mengajar maka guru akan menjemput murid tersebut ke rumah siswa
tersebut.
Desa
Cepagan memiliki beragam potensi unggulan diantaranya adalah batu bata yang
dulu dikenal memiliki kualitas yang sangat bagus dan biasanya dikirim ke
Pekalongan. Pekerja yang membuat batu bata adalah masyarakat pekalongan. Namun,
kini batu bata sanagt minim jumlahnya dikarenakan kurangnya bahan baku
pembuatan batu bata,untuk saat ini bahan baku batu bata dapat diperoleh dari
Pekalongan, namun produksi batu bata hingga kini sangat minim hanya karena
faktor kurangnya bahan baku bata bata.
Selain
itu, potensi unggulan di desa Cepagan yakni tenun. Tenun ada sejak tahun 1968 yang dulunya
menggunakan sistem doglek yang bahan bakunya terbuat dari sarung polos dan kini
di ganti dengan kain kasa. Namun, untuk saat ini alat tenun sudah banyak yang
menggunakan alat yang berupa mesin. Produksi sutra merupakan orang Pekalongan.
Biasanya hasil produksi tenun tersebut dipasarkan ke toko yang ada di Jakarta
atau Palembang. Adapun produksi tenun yang dihasilkan berupa jilbab, sorban, pasmina,
sadjadah, sarung dan kain perban. Usaha tenun termasuk golongan pribadi. Untuk
saat ini sistemnya kontrak selama 2 tahun.
Mata
pencaharian penduduk desa Cepagan yakni pertanian dan peternakan. Pertanian sebagian besar pada produksi padi,
dulunya buruh tani. Perekonomian yang terdapat pada Dukuh Cepagan Lor dapat
dikatakan bagus namun mayoritas penduduknya perantauan di daerah Jakarta.
Mayoritas muda – muda dan karyawan sebagian kecil pedagang dan petani.
Desa
Cepagan dapat dikatakan desa yang aman dan rukun. Semua masyarakatnya saling
menghargai satu sama lain. Penduduk Desa Cepagan memiliki beragam kepercayaan
namun dominan beragama islam dan katolik.
Kesenian
yang terkenal di desa Cepagan dulunya adalah Wayang kulit. Dalam kesenian
tersebut ada salah seorang yang bertugas menjadi Dalang. Penduduk yang pernah
menjadi dalang diantaranya adalah Pak Bakhri dan Pak Karjono. Selain wayang
kulit, pencak silat juga merupakan salah satu tradisi di desa Cepagan namun,
dikarenakan tidak adanya penerusnya maka
kegiatan tersebut hingga kini ditiadakan.
Dari
segi pendidikan, pada tahun 1980an, masih minimnya SMA dan hingga kini
masyarakat yang menjenjang di tingkat Sarjana masih minim. Ada pun salah satu
program favorit penduduk desa Cepagan adalah Badminton yang hingga kini berdiri
berkisar 10tahun. Pada tahun 2000 penduduk desa Cepagan yang mendirikan
lapangan badminton tersebut. Lapangan ini, terletak di samping rumah Pak Lurah
( Riza). Setiap tahun menjelang lebaran atau sesudah lebaran akan diadakan
kegiatan Turnamen Badminton yang disponsori oleh PT.Pajiteck (pabrik sarung)
sekitar 4 – 5 kali. Pada olahraga Badminton ada suatu organisasi yang disebut
Cempaka Putih yang diketuai oleh Mas Rolok. Ada pun wakilnya disebut Cempoko.
Pada tahun 1977, berdirilah sebuah lapangan sepak bola yang disebut Cempaka
Putih. Dulunya, masyarakat khususnya golongan muda sangat meminatoi olahraga
sepakbola, namun dikarenakan kurangnya minat dan berkembangnya zaman hingga
kini olahraga dalam bidang sepakbola kurang diminati masyarakat.
Desa
Cepagan memiliki 1 PDAM yang berdiri sekitar 10 tahun yang lalu atau berkosar
2003 tahun yang lalu. Adapun pekerja yang berada di PDAM adalah mayarakat dari
pekalongan, masyarakat Cepagan hanya bertugas sebagi piket di PDAM tersebut.
Desa
Cepagan memiliki suatu acara adat yang khusu yakni: Tunduran merupakan
sebuah tradisi yang dilakukan untuk anak
yang berusia sekitar 7bulan; Khitanan yang biasanya dilakukan pada malam hari
dengan kegiatan pengajian yasinan; Pada akhir puasa masyarakat biasanya
melakukan kegiatan bersih – bersih (nyekar) yang dilakukan dengan membawa
bungan dan kirim doa.